Rabu, 22 Januari 2020

DIARY KKL (KULIAH KERJA LAPANGAN)


Diary KKL (Kuliah Kerja Lapangan)

Oleh 
 
Ni Luh Sriyani (18413241001)

Senin 13 Januari 2020  kemarin merupakan salah satu hari yang ditunggu-tunggu. Tentu saja, mengingat hari itu saya dan teman-teman sekelas akan melaksanakan kegiatan yang sudah dirancang sedemikian rupa dari jauh-jauh hari.  Kegiatan iu adalah KKL atau disingkat Kuliah Kerja Lapangan yang merupakan salah satu mata kuliah kami di jurusan Pendidikan Sosiologi FIS UNY. Mata kuliah ini mewajibkan kami untuk turun melakukan pengamatan dan wawancara langsung ke masyarakat yang kami tuju. Kabar baiknya lagi, KKL kali ini mengambil tempat di sebuah suku yang memiliki keunikan tersendiri dan cerita menarik dari tradisi mereka, suku tersebut yaitu Suku Tengger di Desa Ngadas, Poncokusumo, Kabupaten Malang. Tak hanya itu, kami juga mengunjungi beberapa tempat wisata yang juga memiliki daya tertarik tersendiri, yaitu Kampung Warna-Warni Jodipan dan Kampung Tridi yang berada di Kota Malang. Serunya lagi, kami juga mengunjungi SMA Selamat Pagi Indonesia yang merupakan salah satu sekolah swasta di Kota Batu Malang dengan sistem pendidikannya yang sedikit berbeda dengan sekolah pada umumnya. Terakhir, tepatnya di malam hari yaitu tanggal 15 Januari sebelum perjalanan balik ke Yogyakarta kami juga mengunjungi Jatim Park 3 untuk sekedar jalan-jalan, nongkrong, hingga mencoba wahana yang ada disana. Tentunya setiap tempat yang saya kunjungi sangat menarik dan meninggalkan kesan baik. Nah, cerita menarik tersebut akan saya ulas satu per satu, mulai dari Suku Tengger di Desa Ngadas, Kampung Warna-Warni Jodipan, Kampung Tridi, SMA SPI, hingga Jatim Park 3.
foto bersama warga di Desa Ngadas
Cerita pertama yaitu ketika saya berada di Desa Ngadas, Poncokusomo, Malang.Desa Ngadas adalah pintu masuk untuk menuju ke Gunung Bromo melalui Poncokusumo. Kebetulan ketika di Ngadas saya dan teman-teman menginap di rumah warga, jadi kita bisa bertanya banyak hal tentang seluk beluk Desa Ngadas ini. Ngadas terletak di ketinggian 2.150 meter diatas permukaan laut, dan menjadi salah satu Desa tertinggi yang ada di Jawa. Dari keterangan yang didapatkan dari warga, Desa ini adalah satu-satunya Desa di Malang yang didiami Suku Tengger. Karena Suku Tengger selain di Malang tinggal di 37 Desa lain di wilayah Pasuruan, Probolinggo dan Lumajang. Dari cerita masyarakat setempat pula, Desa ini pertama kali di buka oleh Eyang Sedek pada tahun 1774. Mayoritas penduduk di Ngadas merupakan pemeluk agama Budha yaitu sebesar 50%, sisanya yaitu 40% Islam, dan 10% Hindu. Pembukaan lahan di wilayah ini untuk permukiman karena ada pengaruh perluasan Kerajaan Mataram yang berpusat di Surakarta. Beberapa tahun kemudian, Desa ini juga dimasuki Suku Tengger dari wilayah sekitarnya sehingga lambat laun 99 persen warga di Ngadas adalah Suku Tengger. Namun, ada cerita lain yang menyatakan jika Suku Tengger sendiri adalah keturunan dari Eyang Sadek. Populasi Suku Tengger sedemikian awet, sebab ada aturan tidak tertulis yang menyatakan jika warga yang mendiami Desa Ngadas tidak boleh melakukan jual beli lahan meskipun lahan itu adalah miliknya sendiri. Sehingga para pendatang di Ngadas kebanyakan adalah orang yang menikah dengan anak dari Suku Tengger, itupun sangat jarang sekali.
foto ketika mengikuti upacara Barikan dan Galungan di Desa Ngadas
Selain dikenal dengan wisata alam, Desa Ngadas juga dikenal dengan wisata budaya. Banyak sekali kegiatan masyarakat yang rutin dilakukan sepanjang tahun. Seperti Entas-entasWolo Goro (upacara pernikahan), Tugel KuncungTugel GombagPenditanan untuk semua dukun, Sayut (upacara adat 7 bulanan wanita hamil), Kekerik (upacara lepas pusar bayi) dan Among-among (upacara bagi anak yang sudah mulai bisa bekerja menghasilkan uang). Ada juga upacara tahunan yang cukup beragam. Misalnya upacara PujanKasada, Karo, Unan-Unan, Barikan, Mayu Dusun, dan Galungan. Beruntungnya, di hari yang sama ketika kami masih di Ngadas juga berlangsung tradisi Barikan dan Galungan. Alhasil saya dan teman-teman turut serta membantu ibu-ibu disana mempersiapkan perlengkapan untuk upacara Barikan dan Galungan serta menyaksikan tradisi tersebut secara langsung.
Selain itu, salah satu upacara tradisi di Ngadas yang diikuti seluruh masyarakat termasuk yang bukan pemeluk agama Hindu, yaitu upacara pengorbanan Kusuma sebagai sesaji di upacara Kasada. Upacara ini merupakan upacara adat yang dilaksanakan setiap tanggal 14 atau 15 pada waktu bulan purnama. Upacara ini dipimpin oleh dukun pandhita dan labuh sebagai upacara puncak. Ngelabuh hasil bumi serta ongkek yang berisi tanaman ritual dilaksanakan di kawah gunung Bromo dan diikuti seluruh dukun bawahan dari setiap desa, serta masyarakat pendukungnya. Kerukunan beragama begitu tinggi disini, sifat gotong royong kemasyarakatan sangat kental, apalagi masyarakat disana juga ramah, sehingga Anda tidak seperti orang asing. Masyarakat Tengger disini juga mempunyai ciri khas memakai sarung yang diikatkan. Dimana cara pemakaian sarung tersebut berbeda karena memiliki makna yang berbeda pula, misal, ketika seorang perempuan memakai sarung dengan lipatan terbuka di sebelah kanan atau kiri bermakna bahwa perempuan tersebut masih perawan atau belum menikah. Namun, ketika pemakaian sarung oleh perempuan dengan lipatan terbuka di depan bermakna bahwa perempuan tersebut sudah menikah. Masyarakat Desa Ngadas banyak bekerja di bidang pertanian terutama sayur. Ngadas adalah salah satu penghasil sayur berkualitas bagus. Selama satu tahun mereka mengalami dua kali panen di musim hujan. Sementara ketika kamarau penduduk memelihara kambing dan sapi. Satu hal lagi yang bisa menjadi catatan adalah masyarakat Ngadas dalam menjamu tamunya tidak di ruang tamu. Melainkan di dapur karena disana ada tungku pemanas untuk mengusir hawa dingin yang datang.  Juga terdapat sebuah kepercayaan disini, bahwasanya kita tidak boleh melangkahi tungku yang ada di dapur tersebut, karena masyarakat Ngadas percaya bahwa ketika kita melangkahi tungku secara sengaja akan ada malapetaka yang terjadi pada diri kita.
foto ketika di kampung warna-warni jodipan
Cerita kedua, tepatnya di hari Rabu tanggal 14 Januari 2020 saya dan teman-teman meninggalkan Desa Ngadas untuk melanjutkan perjalanan ke Kampung Warna-Warni Jodipan dan Kampung Tridi Malang. Kampung ini sebelumnya dikenal sebagai satu daerah paling kumuh di Kota Malang, tetapi info dari warga yang menyambut kedatangan kami mengatakan bahwa dulu mahasiswa dari Universitas Muhammadiyah Malang (UMM)lah yang ‘menyulap’ kampung ini menjadi berwarna-warni dan indah seperti sekarang. Saat itu, mahasiswa UMM ini mulai membenahi Kampung Jodipan dibantu oleh warga setempat dengan melukis atap rumah, jalan-jalan di kampung, hingga menggantung dan menghiasi lorong dan rumah di sana dengan aksesoris warna-warni. Setelah itu, mereka juga membantu membenahi kampung Tumenggungan Ledok yang berada di seberang Kampung Jodipan dengan konsep seni mural tiga dimensi yang menghiasi rumah-rumah warga, yang sekarang lebih dikenal dengan Kampung Tridi (3D). Lokasi Kampung Warna Warni Malang Jodipan Baik Kampung Warna Warni Jodipan maupun Kampung Tridi ini terletak di Jalan Gatot Subroto Malang dan tidaklah sulit dicari. Kedua kampung ini terletak di bantaran Sungai Brantas, sehingga bila kita sedang menyusuri Jalan Gatot Subroto, kampung ini sudah akan terlihat sangat jelas dan mencolok dari atas jembatan yang berada di atas Sungai Berantas. Harga Tiket Masuk Kampung Warna Warni Jodipan Tiket untuk masuk ke Kampung Warna Warni Jodipan dan Tridi ini dikelola oleh warga setempat. Bila di kampung Warna Warni Jodipan, tiket masuk ini berupa stiker; Sementara di Kampung Tridi lebih unik karena tiket kertasnya disertai gantungan kunci dari bahan kain flanel buatan warga kampung tersebut yang bertuliskan “Kampung Tridi Kesatrian Malang”. Tujuan utama kami kesini selain untuk bermain dan bersua foto juga untuk melakukan pengamatan dan wawancara baik dengan warga maupun dengan pengunjung sebagai bahan laporan KKL kami nanti.  
foto bersama anak-anak SPI ketika selesai penampilan shownya
Mengingat  hari sudah sore akhirnya saya  dan rombongan KKL melanjutkan perjalanan menuju penginapan di Hotel Transformer. Sebagai informasi, Hotel Transformer merupakan salah satu hotel di Kota Batu Malang yang dikelola oleh siswa-siswi SMA SPI. Sebelum saya dan rombongan ke kamar masing-masing, kami disambut hangat oleh siswa-siswi SMA SPI dan disuguhkan penampilan show yang mereka persembahkan khusus untuk kami. Sekitar jam 9 malam kami beristirahat di kamar masing-masing.
Cerita selanjutnya, yaitu pada hari Rabu 15 Januari 2020, saya dan rombongan KKL berkeliling dan mengeksplorasi SMA SPI serta melakukan wawancara dengan siswa-siswi disana terkait dengan seluk beluk SMA SPI itu sendiri. Di pagi hari kami dijamu makanan oleh siswa-siswi SMA SPI di Restaurant yang mereka kelola sendiri. Selajutnya, kami dibagi perkelompok untuk berkeliling dan bertanya terkait seluk beluk SMA SPI ini kepada salah satu siswa yang bertugas sebagai tour guide dalam memandu kami disana. Informasi yang kami dapatkan dari siswa-siswi disana yakni sebuah wawasan baru mengenai SMA SPI yang merupakan salah satu sekolah swasta di Indonesia yang berlokasi di Jalan Pandanrejo No 1 Bumiaji, Batu, Jawa Timur merupakan SMA berasrama (Boarding school) dengan murid dari seluruh Indonesia yang beraneka ragam baik agama maupun suku menjadikan SMA Selamat Pagi Indonesia menjadi unik dan kompleks. SMA Selamat Pagi Indonesia merupakan SMA gratis dimana seluruh biaya hidup dan biaya pendidikan ditanggung sepenuhnya oleh Yayasan dan dilaksanakan oleh sekolah. SMA selamat pagi indonesia tidak menerima dan meminta peserta didik atau wali murid mengeluarkan biaya apapun karena peserta didik yang diterima di SMA Selamat Pagi Indonesia merupakan keluarga yatim piatu atau tidak mampu yang memerlukan pendidikan di jenjang SMA.
kampoeng kids di SMA SPI
SMA Selamat Pagi Indonesia merupakan satu-satunya SMA di kota Batu yang menerapkan muatan lokal entrepreneurship lengkap dengan laboratoriumnya dengan nama Kampoeng Succezz. Kampoeng Succezz didirikan sebagai sarana belajar secara langsung dalam menerapkan teori-teori yang didapatkan dikelas. Sehingga peserta didik dapat mengalami dengan nyata dan menjadi kebiasaan (habit). Muatan lokal ini dilaksanakan  untuk mendukung program pemerintah kota Batu yang akan menjadikan kota batu sebagai kota wisata pendidikan. Program entrepreneurship yang dikembangkan oleh SMA Selamat Pagi Indonesia dilaksanakan sebagai sarana untuk memacu kemampuan life skill peserta didik sehingga nanti lulusannya mampu bersaing di era global. Selain Kampoeng Succezz, baru-baru ini SMA SPI juga mempunyai Kampoeng Kids yang disediakan sebagai wahana rekreasi dan pengetahuan bagi anak-anak yang ingin berkunjung kesana.
            Informasi menarik lainnya yang kami dapatkan dari siswa-siswi disini adalah fakta bahwa di sekolah ini pembelajaran secara teori hanya dilakukan dalam persentase sebesar 20% dengan menggunakan kurikulum 2013 sama seperti sekolah pada umumnya, sementara 80% sisanya untuk kegiatan praktek kewirausahaan. Dalam kegiatan kewirausahaan itu sendiri, siswa-siswi disini dibagi menjadi beberapa divisi. Divisi tersebut antara lain, Divisi Kitchen dan Restaurant, Divisi Engineering, Divisi Food Production, Divisi MY5 Store, Divisi Tour And Travel,  Divisi Marketing, Divisi Show, dan Divisi Hotel.
           
kegiatan outbond di SMA SPI
Setelah mendapatkan informasi yang cukup banyak, kami pun melanjutkan kegiatan terakhir di SMA SPI ini yaitu outbond. Pada outbond kali ini, kami kembali dibagi ke dalam beberapa kelompok untuk selanjutnya akan diarahkan mengikuti permainan-permainan seru yang sudah disiapkan. Permainan yang kami ikuti dalam outbond di SMA SPI antara lain, menyusun matras menjadi bentuk bangun datar, permainan meniup pingpong di atas air, permainan mengumpulkan sebanyak-banyaknya telor bola, permainan memindahkan bola menggunakan paku, permainan memenuhi botol dengan air perasan baju, permainan ala ninja warrior, dan terakhir kami tutup dengan bernyayi dan menari bersama di bawah guyuran air mancur yang disediakan oleh anak-anak SMA SPI. Acara terakhir di SMA SPI adalah sambutan dari beberapa alumni dan penyerahan kenang-kenangan dari kami begitupun sebaliknya serta foto bersama dengan mereka.
          
menikmati suasana di Jatim Park 3
 
Pada malam harinya, saya dan rombongan KKL mengunjungi Jatim Park dan menikmati suasana disana. Ada pula beberapa teman yang mencoba wahana disana, seperti Zombie, Dino Park, dll. sebagian besar lainnya memilih untuk berswa foto dan jalan-jalan di sekitaran Jatim Park 3. Selanjutnya kami mengunjungi pusat oleh-oleh Malang dan akhirnya kembali melanjutkan perjalanan pulang ke Yogyakarta.
           

 Pada hari Kamis 16 Januari 2020 kisaran pukul 04.00 pagi saya dan rombongan KKL tiba di Yogyakarta dalam keadaan sehat dan siap untuk menjalani rutinitas seperti biasanya.
Terimakasih untuk pengalaman dan perjalanan KKL yang menyenangkan ini…
See youu next time..