Diary KKL (Kuliah Kerja Lapangan)
Oleh
Ni Luh Sriyani (18413241001)
Senin
13 Januari 2020 kemarin merupakan salah
satu hari yang ditunggu-tunggu. Tentu saja, mengingat hari itu saya dan
teman-teman sekelas akan melaksanakan kegiatan yang sudah dirancang sedemikian
rupa dari jauh-jauh hari. Kegiatan iu
adalah KKL atau disingkat Kuliah Kerja Lapangan yang merupakan salah satu mata
kuliah kami di jurusan Pendidikan Sosiologi FIS UNY. Mata kuliah ini mewajibkan
kami untuk turun melakukan pengamatan dan wawancara langsung ke masyarakat yang
kami tuju. Kabar baiknya lagi, KKL kali ini mengambil tempat di sebuah suku
yang memiliki keunikan tersendiri dan cerita menarik dari tradisi mereka, suku
tersebut yaitu Suku Tengger di Desa Ngadas, Poncokusumo, Kabupaten Malang. Tak
hanya itu, kami juga mengunjungi beberapa tempat wisata yang juga memiliki daya
tertarik tersendiri, yaitu Kampung Warna-Warni Jodipan dan Kampung Tridi yang
berada di Kota Malang. Serunya lagi, kami juga mengunjungi SMA Selamat Pagi
Indonesia yang merupakan salah satu sekolah swasta di Kota Batu Malang dengan
sistem pendidikannya yang sedikit berbeda dengan sekolah pada umumnya.
Terakhir, tepatnya di malam hari yaitu tanggal 15 Januari sebelum perjalanan
balik ke Yogyakarta kami juga mengunjungi Jatim Park 3 untuk sekedar
jalan-jalan, nongkrong, hingga mencoba wahana yang ada disana. Tentunya setiap
tempat yang saya kunjungi sangat menarik dan meninggalkan kesan baik. Nah,
cerita menarik tersebut akan saya ulas satu per satu, mulai dari Suku Tengger di Desa Ngadas, Kampung Warna-Warni
Jodipan, Kampung Tridi, SMA SPI, hingga Jatim Park 3.
foto bersama warga di Desa Ngadas |
Cerita
pertama yaitu ketika saya berada di Desa Ngadas, Poncokusomo, Malang.Desa Ngadas adalah pintu masuk untuk menuju ke Gunung
Bromo melalui Poncokusumo. Kebetulan ketika di Ngadas saya dan teman-teman
menginap di rumah warga, jadi kita bisa bertanya banyak hal tentang seluk beluk
Desa Ngadas ini. Ngadas terletak di ketinggian 2.150 meter diatas permukaan
laut, dan menjadi salah satu Desa tertinggi yang ada di Jawa. Dari keterangan
yang didapatkan dari warga, Desa ini adalah satu-satunya Desa di Malang yang
didiami Suku Tengger. Karena Suku Tengger selain di Malang tinggal di 37 Desa
lain di wilayah Pasuruan, Probolinggo dan Lumajang. Dari cerita masyarakat
setempat pula, Desa ini pertama kali di buka oleh Eyang Sedek pada tahun 1774. Mayoritas
penduduk di Ngadas merupakan pemeluk agama Budha yaitu sebesar 50%, sisanya
yaitu 40% Islam, dan 10% Hindu. Pembukaan lahan di wilayah ini untuk permukiman
karena ada pengaruh perluasan Kerajaan Mataram yang berpusat di Surakarta.
Beberapa tahun kemudian, Desa ini juga dimasuki Suku Tengger dari wilayah
sekitarnya sehingga lambat laun 99 persen warga di Ngadas adalah Suku Tengger.
Namun, ada cerita lain yang menyatakan jika Suku Tengger sendiri adalah
keturunan dari Eyang Sadek. Populasi Suku Tengger sedemikian awet, sebab ada
aturan tidak tertulis yang menyatakan jika warga yang mendiami Desa Ngadas
tidak boleh melakukan jual beli lahan meskipun lahan itu adalah miliknya
sendiri. Sehingga para pendatang di Ngadas kebanyakan adalah orang yang menikah
dengan anak dari Suku Tengger, itupun sangat jarang sekali.
foto ketika mengikuti upacara Barikan dan Galungan di Desa Ngadas |
Selain dikenal dengan wisata alam, Desa Ngadas juga dikenal
dengan wisata budaya. Banyak sekali kegiatan masyarakat yang rutin dilakukan
sepanjang tahun. Seperti Entas-entas, Wolo Goro (upacara
pernikahan), Tugel Kuncung, Tugel Gombag, Penditanan untuk
semua dukun, Sayut (upacara adat 7 bulanan wanita
hamil), Kekerik (upacara lepas pusar bayi) dan Among-among (upacara
bagi anak yang sudah mulai bisa bekerja menghasilkan uang). Ada juga upacara
tahunan yang cukup beragam. Misalnya upacara Pujan, Kasada,
Karo, Unan-Unan, Barikan, Mayu Dusun, dan Galungan.
Beruntungnya, di hari yang sama ketika kami masih di Ngadas juga berlangsung
tradisi Barikan dan Galungan. Alhasil
saya dan teman-teman turut serta membantu ibu-ibu disana mempersiapkan
perlengkapan untuk upacara Barikan dan Galungan
serta menyaksikan tradisi tersebut secara langsung.
Selain itu, salah satu upacara tradisi di Ngadas yang diikuti
seluruh masyarakat termasuk yang bukan pemeluk agama Hindu, yaitu upacara
pengorbanan Kusuma sebagai sesaji di upacara Kasada. Upacara ini merupakan
upacara adat yang dilaksanakan setiap tanggal 14 atau 15 pada waktu bulan
purnama. Upacara ini dipimpin oleh dukun pandhita dan labuh sebagai upacara
puncak. Ngelabuh hasil bumi serta ongkek yang berisi tanaman ritual
dilaksanakan di kawah gunung Bromo dan diikuti seluruh dukun bawahan dari
setiap desa, serta masyarakat pendukungnya. Kerukunan beragama begitu tinggi
disini, sifat gotong royong kemasyarakatan sangat kental, apalagi masyarakat
disana juga ramah, sehingga Anda tidak seperti orang asing. Masyarakat Tengger disini
juga mempunyai ciri khas memakai sarung yang diikatkan. Dimana cara pemakaian
sarung tersebut berbeda karena memiliki makna yang berbeda pula, misal, ketika
seorang perempuan memakai sarung dengan lipatan terbuka di sebelah kanan atau
kiri bermakna bahwa perempuan tersebut masih perawan atau belum menikah. Namun,
ketika pemakaian sarung oleh perempuan dengan lipatan terbuka di depan bermakna
bahwa perempuan tersebut sudah menikah. Masyarakat Desa Ngadas banyak
bekerja di bidang pertanian terutama sayur. Ngadas adalah salah satu penghasil
sayur berkualitas bagus. Selama satu tahun mereka mengalami dua kali panen
di musim hujan. Sementara ketika kamarau penduduk memelihara kambing dan sapi. Satu
hal lagi yang bisa menjadi catatan adalah masyarakat Ngadas dalam menjamu
tamunya tidak di ruang tamu. Melainkan di dapur karena disana ada tungku
pemanas untuk mengusir hawa dingin yang datang. Juga terdapat sebuah kepercayaan disini,
bahwasanya kita tidak boleh melangkahi tungku yang ada di dapur tersebut,
karena masyarakat Ngadas percaya bahwa ketika kita melangkahi tungku secara
sengaja akan ada malapetaka yang terjadi pada diri kita.
foto ketika di kampung warna-warni jodipan |
Cerita kedua, tepatnya di hari Rabu tanggal 14 Januari 2020 saya
dan teman-teman meninggalkan Desa Ngadas untuk melanjutkan perjalanan ke
Kampung Warna-Warni Jodipan dan Kampung Tridi Malang. Kampung ini sebelumnya dikenal sebagai
satu daerah paling kumuh di Kota Malang, tetapi info dari warga yang menyambut
kedatangan kami mengatakan bahwa dulu mahasiswa dari Universitas Muhammadiyah
Malang (UMM)lah yang ‘menyulap’ kampung ini menjadi berwarna-warni dan indah
seperti sekarang. Saat itu, mahasiswa UMM ini mulai membenahi Kampung
Jodipan dibantu oleh warga setempat dengan melukis atap rumah, jalan-jalan di
kampung, hingga menggantung dan menghiasi lorong dan rumah di sana dengan
aksesoris warna-warni. Setelah itu, mereka juga membantu membenahi kampung
Tumenggungan Ledok yang berada di seberang Kampung Jodipan dengan
konsep seni mural tiga dimensi yang menghiasi rumah-rumah warga, yang
sekarang lebih dikenal dengan Kampung Tridi (3D). Lokasi Kampung Warna Warni
Malang Jodipan Baik Kampung Warna Warni Jodipan maupun Kampung Tridi ini
terletak di Jalan Gatot Subroto Malang dan tidaklah sulit dicari. Kedua kampung
ini terletak di bantaran Sungai Brantas, sehingga bila kita sedang menyusuri
Jalan Gatot Subroto, kampung ini sudah akan terlihat sangat jelas dan
mencolok dari atas jembatan yang berada di atas Sungai Berantas. Harga
Tiket Masuk Kampung Warna Warni Jodipan Tiket untuk masuk ke Kampung Warna Warni
Jodipan dan Tridi ini dikelola oleh warga setempat. Bila di kampung Warna Warni
Jodipan, tiket masuk ini berupa stiker; Sementara di Kampung Tridi lebih unik
karena tiket kertasnya disertai gantungan kunci dari bahan kain flanel
buatan warga kampung tersebut yang bertuliskan “Kampung Tridi Kesatrian
Malang”. Tujuan utama kami kesini selain untuk bermain dan bersua foto juga
untuk melakukan pengamatan dan wawancara baik dengan warga maupun dengan
pengunjung sebagai bahan laporan KKL kami nanti.
foto bersama anak-anak SPI ketika selesai penampilan shownya |
Mengingat hari sudah
sore akhirnya saya dan rombongan KKL
melanjutkan perjalanan menuju penginapan di Hotel Transformer. Sebagai
informasi, Hotel Transformer merupakan salah satu hotel di Kota Batu Malang
yang dikelola oleh siswa-siswi SMA SPI. Sebelum saya dan rombongan ke kamar
masing-masing, kami disambut hangat oleh siswa-siswi SMA SPI dan disuguhkan
penampilan show yang mereka persembahkan khusus untuk kami. Sekitar jam 9 malam
kami beristirahat di kamar masing-masing.
Cerita selanjutnya,
yaitu pada hari Rabu 15 Januari 2020, saya dan rombongan KKL berkeliling dan
mengeksplorasi SMA SPI serta melakukan wawancara dengan siswa-siswi disana
terkait dengan seluk beluk SMA SPI itu sendiri. Di pagi hari kami dijamu
makanan oleh siswa-siswi SMA SPI di Restaurant yang mereka kelola sendiri.
Selajutnya, kami dibagi perkelompok untuk berkeliling dan bertanya terkait
seluk beluk SMA SPI ini kepada salah satu siswa yang bertugas sebagai tour guide dalam memandu kami disana. Informasi
yang kami dapatkan dari siswa-siswi disana yakni sebuah wawasan baru mengenai
SMA SPI yang merupakan salah satu sekolah swasta di Indonesia yang
berlokasi di Jalan Pandanrejo No 1 Bumiaji, Batu, Jawa Timur merupakan SMA
berasrama (Boarding school) dengan murid dari seluruh Indonesia yang beraneka
ragam baik agama maupun suku menjadikan SMA Selamat Pagi Indonesia menjadi unik
dan kompleks. SMA Selamat Pagi Indonesia merupakan SMA gratis dimana seluruh
biaya hidup dan biaya pendidikan ditanggung sepenuhnya oleh Yayasan dan
dilaksanakan oleh sekolah. SMA selamat pagi indonesia tidak menerima dan
meminta peserta didik atau wali murid mengeluarkan biaya apapun karena peserta
didik yang diterima di SMA Selamat Pagi Indonesia merupakan keluarga yatim
piatu atau tidak mampu yang memerlukan pendidikan di jenjang SMA.
kampoeng kids di SMA SPI |
SMA
Selamat Pagi Indonesia merupakan satu-satunya SMA di kota Batu yang menerapkan
muatan lokal entrepreneurship lengkap dengan laboratoriumnya dengan nama Kampoeng Succezz. Kampoeng Succezz didirikan sebagai sarana belajar secara langsung
dalam menerapkan teori-teori yang didapatkan dikelas. Sehingga peserta didik
dapat mengalami dengan nyata dan menjadi kebiasaan (habit). Muatan lokal ini
dilaksanakan untuk mendukung program pemerintah kota Batu yang akan
menjadikan kota batu sebagai kota wisata pendidikan. Program entrepreneurship
yang dikembangkan oleh SMA Selamat Pagi Indonesia dilaksanakan sebagai sarana
untuk memacu kemampuan life skill
peserta didik sehingga nanti lulusannya mampu bersaing di era global. Selain Kampoeng Succezz, baru-baru ini SMA SPI
juga mempunyai Kampoeng Kids yang
disediakan sebagai wahana rekreasi dan pengetahuan bagi anak-anak yang ingin
berkunjung kesana.
Informasi
menarik lainnya yang kami dapatkan dari siswa-siswi disini adalah fakta bahwa
di sekolah ini pembelajaran secara teori hanya dilakukan dalam persentase
sebesar 20% dengan menggunakan kurikulum 2013 sama seperti sekolah pada
umumnya, sementara 80% sisanya untuk kegiatan praktek kewirausahaan. Dalam
kegiatan kewirausahaan itu sendiri, siswa-siswi disini dibagi menjadi beberapa
divisi. Divisi tersebut antara lain, Divisi Kitchen dan Restaurant, Divisi
Engineering, Divisi Food
Production, Divisi MY5 Store, Divisi Tour And Travel, Divisi Marketing, Divisi Show, dan Divisi
Hotel.
kegiatan outbond di SMA SPI |
menikmati suasana di Jatim Park 3 |
Pada
hari Kamis 16 Januari 2020 kisaran pukul 04.00 pagi saya dan rombongan KKL tiba
di Yogyakarta dalam keadaan sehat dan siap untuk menjalani rutinitas seperti
biasanya.
Terimakasih untuk pengalaman dan
perjalanan KKL yang menyenangkan ini…
See youu next time..