Selasa, 09 Juni 2020

Ujian Akhir Semester Genap Sosiologi Hukum


Nama      : Ni Luh Sriyani
NIM        : 18413241001
Kelas       : Pendidikan Sosiologi 2018 A

Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Yogyakarta


Ujian Akhir Semester Tahun Ajaran 2019/2020
Sosiologi Hukum
Dosen Pengampu    : Aris Martiana, S.Pd., M.Si dan Grendi Hendrastomo, S.Sos. M.M., M.A



Kasus Hukum di Indonesia  :
Begal Payudara di Bekasi Bentuk Pelecehan Seksual


Berita Terkait Kasus Begal Payudara di Bekasi : 

Jakarta, CNN Indonesia -- Polisi meringkus pelaku kekerasan asusila dengan modus  begal payudara bernama Denny Hendrianto di Jalan Pondok Ungu Permai, Bekasi, Jumat (17/1) lalu.

Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus mengatakan dari keterangan pelaku, yang bersangkutan telah berulang kali melakukan aksinya.

"Hasil penyidikan sementara, diakui oleh pelaku telah melakukan aksi serupa sebanyak lima kali di wilayah Bekasi," kata Yusri saat dikonfirmasi, Senin (20/1).


Korban terakhir dari aksi pelaku itu diketahui merupakan seorang ibu rumah tangga. Aksinya itu diketahui terjadi di daerah Kaliabang, Bekasi Utara.

Yusri menerangkan dari pemeriksaan diketahui pada aksi terakhirnya, pelaku mengawalinya dengan berkeliling menggunakan sepeda motor di Jalan Sedap Malam, Kaliabang. Saat itu, pelaku melihat korban tengah berjalan seorang diri.

Pelaku lalu memutar balik kendaraannya dan mendekati korban.

"Dan langsung meremas payudara korban, setelah itu pelaku kabur meninggalkan korban," ucap Yusri.

Aksi pelaku itu kemudian viral di media sosial. Selanjutnya, polisi melakukan penyelidikan dan akhirnya menangkap pelaku.

Yusri mengatakan pelaku melakukan aksinya itu diduga lantaran tak bisa menahan hawa nafsunya.

"Melakukan aksinya didasari karena hawa nafsu yang tidak tertahankan," ujarnya.

Dari tangan pelaku, polisi turut menyita barang bukti berupa sepeda motor dan telepon genggam. Yusri menuturkan dari telepon genggam tersangka juga ditemukan sejumlah film porno.

Atas perbuatannya, pelaku begal payudara tersebut bakal dijerat dengan Pasal 289 KUHP dan atau Pasal 281 KUHP.


Analisis Kasus Pelecehan Seksual Dari Sudut Pandang Hukum  :

     
Sumber gambar  :050890000_1533826806-153382680549514-
ilustrasi-begal-payudara-ilustrasi-dwiangga-1533824963.jpg
    Seperti yang kita ketahui bahwa makna pelecehan seksual adalah segala tindakan seksual yang tidak diinginkan, permintaan untuk melakukan perbuatan seksual, tindakan lisan atau fisik atau isyarat yang bersifat seksual, atau perilaku lain apapun yang bersifat seksual, yang membuat seseorang merasa tersinggung, dipermalukan dan/atau terintimidasi dimana reaksi seperti itu adalah masuk akal dalam situasi dan kondisi yang ada, dan tindakan tersebut mengganggu kerja, dijadikan persyaratan kerja atau menciptakan lingkungan kerja yang mengintimidasi, bermusuhan atau tidak sopan.

Dengan kata lain pelecehan seksual adalah
  • Penyalahgunaan perilaku seksual,
  • Permintaan untuk melakukan perbuatan seksual (undangan untuk melakukan perbuatan seksual, permintaan untuk berkencan).
  • Pernyataan lisan atau fisik melakukan atau gerakan menggambarkan perbuatan seksual, (pesan yang menampilkan konten seksual eksplisit dalam bentuk cetak atau bentuk elektronik (SMS, Email, Layar, Poster, CD, dll)
  • Tindakan kearah seksual yang tidak diinginkan
1.      penerima telah menyatakan bahwa perilaku itu tidak diinginkan;
2.      penerima merasa dihina, tersinggung dan/atau tertekan oleh perbuatan itu; atau
3.      pelaku seharusnya sudah dapat merasakan bahwa yang menjadi sasarannya (korban) akan tersinggung, merasa terhina dan/atau tertekan oleh perbuatan itu.
  • Perilaku fisik (seperti menyentuh, mencium, menepuk, mencubit, atau kekerasan fisik seperti perkosaan dll)
  • Sikap seksual yang merendahkan (seperti melirik atau menatap bagian tubuh seseorang).
Pelecehan seksual dapat mengakibatkan kesulitan dalam pelaksanaan tugas yang diberikan atau menyebabkan pekerja merasa dirinya bekerja dalam iklim perusahaan yang tidak harmonis, yang juga dapat menyebabkan risiko terhadap kesehatan dan keselamatan
     Menurut Ratna Batara Munti dalam artikel yang berjudul “Kekerasan Seksual: Mitos dan Realitas” menyatakan bahwa, istilah pelecehan seksual mengacu pada sexual harrasment yang diartikan sebagai unwelcome attention (Martin Eskenazi and David gallen, 1992) atau secara hukum didefinisikan sebagai "imposition of unwelcome sexual demands or creation of sexually offensive environments". Dengan demikian, unsur penting dari pelecehan seksual adalah adanya ketidakinginan atau penolakan pada apapun bentuk-bentuk perhatian yang bersifat seksual. Sehingga bisa jadi perbuatan seperti siulan, kata-kata, komentar yang menurut budaya atau sopan santun (rasa susila) setempat adalah wajar. Namun, bila itu tidak dikehendaki oleh si penerima perbuatan tersebut maka perbuatan itu bisa dikategorikan sebagai pelecehan seksual. Jadi, pelecehan seksual dapat dijerat dengan pasal percabulan (Pasal 289 s.d. Pasal 296 KUHP). Dalam hal terdapat bukti-bukti yang dirasa cukup, Jaksa Penuntut Umum yang akan mengajukan dakwaannya terhadap pelaku pelecehan seksual di hadapan pengadilan.

2.      Pembuktian dalam hukum pidana adalah berdasarkan Pasal 184 UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”), menggunakan lima macam alat bukti, yaitu:
1)     keterangan saksi
2)     keterangan ahli
3)     surat
4)     petunjuk
5)     keterangan terdakwa.

Sehingga, dalam hal terjadi pelecehan seksual, bukti-bukti tersebut di atas dapat digunakan sebagai alat bukti. Untuk kasus terkait percabulan atau perkosaan, biasanya menggunakan salah satu alat buktinya berupa Visum et repertum. Menurut “Kamus Hukum” oleh JCT Simorangkir, Rudy T Erwin dan JT Prasetyo, visum et repertum adalah surat keterangan/laporan dari seorang ahli mengenai hasil pemeriksaannya terhadap sesuatu, misalnya terhadap mayat dan lain-lain dan ini dipergunakan untuk pembuktian di pengadilan.  Meninjau pada definisi di atas, maka visum et repertum dapat digunakan sebagai alat bukti surat, sebagaimana diatur dalam Pasal 187 huruf c KUHAP:  Penggunaan Visum et repertum sebagai alat bukti, diatur juga dalam Pasal 133 ayat (1)
     Dengan demikian kejadian yang dialami oleh korban begal payudara jelas merupakan tindakan pelecehan seksual karena telah merugikan korban baik secara fisik maupun secara psikologis. Dari sudut pandang hukum, pelecehan seksual yang terjadi pada korban yang dibegal payudaranya jelas merupakan sebuah pidana yang bisa dituntut hukum. Sejumlah pasal telah  dilanggar dari kejadian begal payudara itu. Dan sudah sepantasnya pelaku dilaporkan ke polisi agar mendapatkan hukuman yang bisa memberikan efek jera.
     Pelaku begal payudara bisa dilaporkan karena apa yang dilakukannya jelas-jelas sudah melanggar hukum. Dari kacamata hukum pelaporan bisa dilakukan dengan beberapa alasan antara lain,  yang pertama adalah perbuatan tidak menyenangkan kepada si korban. Ke dua kalau kita pakai Undang-undang perlindungan anak, itu juga kena. Bagi si korban juga dilindungi oleh hukum dengan beberapa pasal. Perlakuan kekerasan kepada perempuan. Kepolisian sebagai salah satu penegak hukum diharapkan dapat menjalankan fungsinya ketika laporan pelecehan datang, serta menjamin tegaknya keadilan bagi korban pelecehan seksual. 



Dasar hukum:
2.      Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Wetboek van Strafrecht, Staatsblad 1915 No 73)


Sumber Referensi :