Pertemuan minggu kelima
Ni Luh Sriyani (18413241001)
Syukur dan Kebahagiaan Tanpa Beban
Rabu, 26 Februari 2020 merupakan pertemuan kelima untuk
mata kuliah Etika dan Profesi Keguruan. Di minggu ini banyak hal positif yang
telah saya lalui danbisa saya jadikan
pelajaran hidup, mulai dari kegiatan organisasi mahasiswa yang menuntut saya
untuk pandai mengatur waktu, kegiatan kerelawanan yang banyak mengajarkan saya
tentang berbagi dan belajar bersama orang-orang yang mungkin kurang beruntung
dari saya dan banyak kegiatan positif lainnya. Namun, disini saya akan
menceritakan satu hal yang mungkin bisa menjadi pelajaran hidup bagi kita
semua. Tepatnya di hari minggu saya dan teman2 satu komunitas melaksanakan
kegiatan jual baju bekas di Sundmor UGM, kegiatan tersebut kami laksanakan
dalam rangka mengumpulkan uang dari sumbangan baju bekas yang mana hasilnya
akan disalurkan untuk anak-anak pemulung yang tergabung dalam Sekolah Marginal.
Sekolah Marginal sendiri merupakan organisasi pendidikan alternatif yang
mewadahi anak-anak pemulung di Desa Kledokan,Caturtunggal untuk dapat mengenyam
pendidikan dan merasakan bagaimana iklim proses belajar mengajar. Keberadaan sekolah
tersebut sudah digagas sejak dulu oleh mahasiswa yang kini tergabung dalam
sebuah perkumpulan yaitu Komunitas Sekolah Marginal. Saya sendiri juga
terpanggil untuk ikut membantu pendidikan disana dengan bergabung sebagai
relawan pengajar calistung di sekolah tersebut.
Selama berproses disana, saya mendapatkan banyak
sekali pelajaran hidup yang senantiasa membentuk pola pikir dan kepribadian
saya menjadi lebih baik. Mengerti akan sebuah kondisi tak layak yang dirasakan
anak-anak pemulung disana, namun mereka tak bisa berbuat banyak mengingat
pengetahuan yang kurang memadai menjadi faktor sulitnya mereka untuk maju dan
berjuang dari keterpurukan kondisi hidup. Selama menjadi relawan disana
pemandangan kemiskinan, ketidaklayakan, dan kemarginalan memang setiap hari
dapat saya lihat, namun satu hal yang membuat saya kagum adalah ketika melihat
betapa anak-anak disana tetap menikmati hidup mereka ditengah ketidaklayakan
yang mendera. Mereka tetap bisa bermain dengan canda tawa yang tak dibuat-buat
bersama teman-teman yang memiliki nasib yang sama, mereka tetap bisa tertawa
cekikikan dengan guyonan yang sederhana, mereka tetap menikmati betapa lezatnya
masakan yang dibuat oleh orangtuanya sesama pemulung, juga mereka dengan penuh
antusias menikmati proses pembelajaran yang diberikan oleh kakak-kakak
Komunitas Sekolah Marginal. Mereka semua menikmati hidupnya tanpa beban yang
berarti. Hal tersebut memberikan saya pelajaran tentang betapa kebahagiaan itu
bisa kita dapatkan dari hal-hal yang sederhana, hal-hal yang kita nikmati dalam
kehidupan ini. Iyaaa, nikmati dengan penuh rasa syukur, seberapapun terpuruknya
keadaan kita dalam hidup ini. Syukur menjadikan kehidupan kita lebih bermakna,
lebih percaya diri bahwa kebahagiaan bisa dirasakan semua orang tak terkecuali
para pemulung sekalipun. Mereka memang memiliki kondisi hidup yang kurang
mengenakan tapi hal tersebut tak menghalangi betapa mereka menikmati
kebahagiaan hidupnya dengan cara-cara yang sederhana. Syukur menjadi prinsip
penting yang membuat hidup mereka bermakna dan bahagia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar