Resensi
Buku Mengawini Ibu
Judul Buku : Mengawini Ibu
Penulis :
Khrisna Pabichara
Penerbit :
Kayla Pustaka
Penyunting :
Salahuddien Gz
Cetakan :
Pertama November 2010
Tahun Terbit :
2010
Tebal Buku :
167 Halaman
ISBN :
978-979-17997-7-5
“Bukan
dendam, Nak, cintalah yang mesti kamu rawat!”
~Mengawini
Ibu:49~
Mengawini Ibu merupakan
buku kumpulan cerpen dengan khas Bugis-Makasar yang ditulis oleh Khrisna
Pabichara, dalam buku tersebut terdapat banyak cerpen yang begitu kental dengan
adat istiadat di daerah tersebut. Jika lazimnya publik mengakui hanya ada dua
jenis kelamin dalam kehidupan bermasyarakat yaitu laki-laki dan perempuan.
Namun dalam kepercayaan tradisional Bugis tidaklah demikian, mereka percaya
bahwa ada empat golongan kelamin manusia yaitu
“Oroane”(laki-laki), “Makunrai”(perempuan), “Calalai” (perempuan yang
berpenampilan layaknya laki-laki), “Calabai”(laki-laki yang berpenampilan
layaknya perempuan), dan golongan Bissu, dimana masyarakat kepercayaan tradisional
menganggap seorang Bissu sebagai kombinasi dari semua jenis kelamin
tersebut. Cerpen Arajang menceritakan
seorang yang bertransformasi menjadi Calabai.
Awalnya tokoh ‘Aku’ dalam cerpen ini merupakan tokoh yang sangat
dibanggakan kelahirannya, bagaimana tidak ia merupakan satu-satunya anak
laki-laki yang ada dalam keluarga tersebut, sehingga sang ayah sangat
mengagung-agungkan tokoh ‘Aku’ ini. Hari demi hari berlalu, keanehan mulai
nampak pada tokoh ‘Aku’, perilakunya tidak lagi seperti laki-laki normal namun
ia cenderung lemah gemulai seperti perempuan hingga pada suatu saat ia berubah
menjadi ‘Calabai’. Hal itu membuat sang ayah tidak suka dan serta merta
mengusir tokoh ‘Aku’ dari rumah dengan pesan bahwa ia boleh kembali jika ia
telah menjadi laki-laki sejati.
Mengawini Ibu, cerpen
yang menjadi judul dalam buku ini menceritakan Rewa, sang anak yang sangat
benci dengan tingkah laku ayahnya sendiri, bagaimana tidak, sang ayah
berulangkali kawin dengan banyak perempuan lain bahkan di depan ibunya sendiri
yang otomatis membuat perasaan sang ibu begitu terluka dan tersakiti oleh
kelakuan sang ayah. Meski terluka dan tersakiti sang ibu tetap mencintai
ayahnya dan hal ini membuat Rewa tak
habis pikir, bagaimana mungkin perempuan yang sudah tersakiti berkali-kali
tetap mencintai laki-laki tersebut. Sang ibu pernah berpesan pada Rewa bahwa
mencintai merupakan pekerjaan abadi dan tidak pernah selesai. Berbeda dengan
ibunya yang masih sangat mencintai sang ayah Rewa justru amat sangat membenci
ayahnya dan kebencian itu ia lampiaskan dengan mengawini ibu-ibu barunya tanpa
sepengetahuan sang ayah sendiri.
Kelebihan
dan kekurangan
Ø Kelebihan
Buku
Buku
ini begitu detail dalam menceritakan kisah-kisah yang kaitannya dengan tradisi
dan adat istiadat suatu tempat sehingga pembaca mendapatkan pengetahuan baru
mengenai adat istiadat, larangan, dan tradisi dalam suatu daerah.
Ø Kekurangan
Buku
Beberapa
cerita dalam buku ini justru tidak memberikan ending cerita yang pas, artinya
cerita seolah-olah belum selesai tapi justru berakhir begitu saja sehingga
memunculkan tanda tanya mengenai kejadian apa yang terjadi setelah ini, dan
pertanyaan-pertanyaan lain yang tidak berhasil terjawab di beberapa cerita
dalam buku ini.
Ø Kesimpulan
Terlepas
dari kekurangan dalam buku ini, secara keseluruhan buku ini sangat layak untuk
dibaca karena membaca kisah-kisah dalam buku ini kita seperti menemukan
titik-titik puisi kehidupan didalamnya. Berirama turun, naik, terkadang
meronta-ronta dengan keliaran yang memikat. Mengawini Ibu menyuguhkan ribuan
amunisi gagasan yang dilontarkan dan menghantam dengan kekuatan bahasa yang
amat padat. Selamat membaca!
http://library.uny.ac.id/sirkulasi/index.php?p=show_detail&id=28151&keywords=Mengawini+ibu
Daftar Pustaka : Pabichara, Khrisna. 2010. Mengawini Ibu. Jakarta: Kayla Pustaka.
Daftar Pustaka : Pabichara, Khrisna. 2010. Mengawini Ibu. Jakarta: Kayla Pustaka.