Sabtu, 08 Februari 2020

Diary Etika dan Profesi Keguruan #2

Pertemuan Minggu Ke-2
Ni Luh Sriyani (18413241001)


  
Bekerjalah Untuk Hidup dan Hiduplah Dengan Cara Bekerja 


Rabu, 05 Februari 2020 merupakan pertemuan kedua mata kuliah Etika dan Profesi Keguruan. Tak seperti minggu sebelumnya, dimana saya terlambat hingga 30 menit datang ke kelas namun di minggu ini saya sudah bisa datang on time bahkan in time hehe. Btw, kali ini saya tidak akan banyak bercerita tentang aktivitas pembelajaran di kelas selama mendapatkan mata kuliah Etika dan Profesi Keguruan. Tapi, disini saya akan menceritakan satu pengalaman hidup yang saya alami di rentang minggu tersebut. Jadi, tepatnya di hari Sabtu tanggal 8 Februari saya dan teman-teman organisasi melakukan program kerja pertama yaitu Tirta Yatra ke Solo. Tirta Yatra merupakan istilah bagi umat Hindu yang berarti kunjungan ke tempat-tempat suci dalam hal ini kami mengunjungi dua tempat suci yaitu, Pura Pasekan Agung Karanggayar dan Pura Mandira Seta di Solo. Kami mengunjungi dua tempat itu dalam waktu sehari menggunakan transportasi berupa bus. Rombongan sekitar 30 orang. 30 orang tersebut sudah termasuk panitia dan peserta, kami melaksanakan tugas dengan sepenuh hati dan melayani rombongan peserta dengan sepenuh hati pula, karena kami yakin dan percaya, apapun yang dilakukan sepenuh hati maka akan berakhir dengan kedamaian hati yang mampu menenangkan jiwa dan bathin setiap insan manusia.

Langsung saja saya ceritakan pengalaman selama perjalanan, ketika itu saya dan rombongan sampai di Pura Mandira Seta, kebetulan pura tersebut berada di area Keraton Solo. Di sekitaran area Keraton Solo tersebut saya melihat banyak sekali pedagang yang menjual berbagai barang dagangan, mulai dari makanan, minuman, pakaian, pernak-pernik,dll. Tak hanya itu, di area tersebut pula saya melihat lumayan banyak pengemis dan pengamen jalanan yang berusaha meminta belas kasihan pengunjung agar diberikannya uang. Tak sedikit pengunjung yang merasa iba dan menyisihkan uangnya barang seribu, dua ribu, untuk memberikan pengemis tersebut uang. Namun, saya melihat satu teman saya yang memilih untuk tidak memberikan uang kepada pengemis. Teman saya itu lebih memilih memberikan uangnya kepada pengamen daripada pengemis yang terlihat sangat kesusahan. Ketika saya tanya kenapa tidak memberikan uang kepada pengemis juga, tidakkah merasa kasihan kepada mereka, teman saya langsung menjawab, “saya kasihan tapi saya lebih berdosa jika memberikan uang ini pada para pengemis, karena ketika saya memberikan uang ini pada pengemis sama halnya saya mendukung para pengemis untuk tidak mau berusaha dalam mencukupi kebutuhan hidupnya dengan cara bekerja, hanya meminta, saya pun bisa. Itulah mengapa saya lebih memilih memberikan uang ini pada pengamen, setidaknya mereka ada usaha untuk menghibur orang lain meski dengan suara pas-pasan. Dan uang yang saya berikan pada pengamen adalah bentuk apresiasi saya pada mereka atas usahanya bukan bentuk rasa kasihan saya pada mereka.”  Saya merasa tercengang dengan jawaban teman saya, tapi saya kemudian balik bertanya  “apa salahnya kita menaruh belas kasihan kepada sesama manusia yang kondisinya kurang beruntung dari kita ?” teman saya pun kembali menjawab  “Tidak salah. Hanya saja kita harus pandai membedakan mana manusia yang memang kurang beruntung dan mana manusia yang kurang mau berusaha. Bagi saya ketidakberuntungan para pengemis disebabkan karena mereka tidak mau berusaha. Tidak salah menaruh kasihan tapi apa salahnya untuk menyadarkan sesama manusia agar mau berusaha mencukupi kebutuhan hidup dengan cara bekerja tidak dengan cara meminta saja.”

Percakapan saya selesaikan sampai disana dan saya memilih untuk mengambil hikmah dari pengalaman yang saya alami tersebut. Intinya dalam kehidupan ini, Tuhan sudah adil memberikan kita waktu selama 24 jam, jika waktu tersebut kita gunakan hanya untuk berdiam diri sembari meminta tanpa usaha alangkah tidak bergunanya hidup kita. Makan dari hasil berdiam diri dan meminta saja bukankah sebuah ironi yang sepatutnya tidak terjadi. Alangkah baiknya, 24 jam yang diberikan Tuhan, kita gunakan untuk berusaha, bekerja, dan mencari penghasilan hidup dengan cara yang lebih elegan. Sudah sepatutnya kelengkapan indria yang diberikan Tuhan pada manusia kita gunakan semaksimal mungkin untuk menjadikan diri berguna. Berguna untuk diri sendiri, orang lain, keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Jangan selalu mengandalkan rasa kasihan orang lain untuk memberikan  kita penghasilan hidup. Bekerja dan berusahalah, agar kamu juga bisa menggunakan rasa empatimu pada orang lain dan memahami bahwa hidup ini tidak hanya untuk berdiam diri dan meminta. Hidup ini adalah gerak yang dinamis dan bagaimana mungkin hidupmu akan dinamis jika kamu hanya berdiam diri tanpa melakukan gerak sama sekali. Hanya meminta. Saya pun bisa. Tapi saya tidak mau. Hehee.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar