Ni Luh Sriyani (18413241001)
Bekerjalah Untuk Hidup dan Hiduplah Dengan Cara Bekerja
Rabu, 05 Februari 2020 merupakan pertemuan kedua mata
kuliah Etika dan Profesi Keguruan. Tak seperti minggu sebelumnya, dimana saya
terlambat hingga 30 menit datang ke kelas namun di minggu ini saya sudah bisa
datang on time bahkan in time hehe. Btw, kali ini saya tidak akan banyak
bercerita tentang aktivitas pembelajaran di kelas selama mendapatkan mata
kuliah Etika dan Profesi Keguruan. Tapi, disini saya akan menceritakan satu
pengalaman hidup yang saya alami di rentang minggu tersebut. Jadi, tepatnya di
hari Sabtu tanggal 8 Februari saya dan teman-teman organisasi melakukan program
kerja pertama yaitu Tirta Yatra ke Solo. Tirta Yatra merupakan istilah bagi
umat Hindu yang berarti kunjungan ke tempat-tempat suci dalam hal ini kami
mengunjungi dua tempat suci yaitu, Pura Pasekan Agung Karanggayar dan Pura
Mandira Seta di Solo. Kami mengunjungi dua tempat itu dalam waktu sehari
menggunakan transportasi berupa bus. Rombongan sekitar 30 orang. 30 orang
tersebut sudah termasuk panitia dan peserta, kami melaksanakan tugas dengan
sepenuh hati dan melayani rombongan peserta dengan sepenuh hati pula, karena
kami yakin dan percaya, apapun yang dilakukan sepenuh hati maka akan berakhir
dengan kedamaian hati yang mampu menenangkan jiwa dan bathin setiap insan
manusia.
Langsung saja saya ceritakan pengalaman selama
perjalanan, ketika itu saya dan rombongan sampai di Pura Mandira Seta,
kebetulan pura tersebut berada di area Keraton Solo. Di sekitaran area Keraton
Solo tersebut saya melihat banyak sekali pedagang yang menjual berbagai barang
dagangan, mulai dari makanan, minuman, pakaian, pernak-pernik,dll. Tak hanya
itu, di area tersebut pula saya melihat lumayan banyak pengemis dan pengamen
jalanan yang berusaha meminta belas kasihan pengunjung agar diberikannya uang. Tak
sedikit pengunjung yang merasa iba dan menyisihkan uangnya barang seribu, dua
ribu, untuk memberikan pengemis tersebut uang. Namun, saya melihat satu teman
saya yang memilih untuk tidak memberikan uang kepada pengemis. Teman saya itu
lebih memilih memberikan uangnya kepada pengamen daripada pengemis yang terlihat
sangat kesusahan. Ketika saya tanya kenapa tidak memberikan uang kepada
pengemis juga, tidakkah merasa kasihan kepada mereka, teman saya langsung
menjawab, “saya kasihan tapi saya lebih
berdosa jika memberikan uang ini pada para pengemis, karena ketika saya
memberikan uang ini pada pengemis sama halnya saya mendukung para pengemis
untuk tidak mau berusaha dalam mencukupi kebutuhan hidupnya dengan cara bekerja,
hanya meminta, saya pun bisa. Itulah mengapa saya lebih memilih memberikan uang
ini pada pengamen, setidaknya mereka ada usaha untuk menghibur orang lain meski
dengan suara pas-pasan. Dan uang yang saya berikan pada pengamen adalah bentuk
apresiasi saya pada mereka atas usahanya bukan bentuk rasa kasihan saya pada
mereka.” Saya merasa tercengang dengan
jawaban teman saya, tapi saya kemudian balik bertanya “apa
salahnya kita menaruh belas kasihan kepada sesama manusia yang kondisinya
kurang beruntung dari kita ?” teman saya pun kembali menjawab “Tidak
salah. Hanya saja kita harus pandai membedakan mana manusia yang memang kurang
beruntung dan mana manusia yang kurang mau berusaha. Bagi saya
ketidakberuntungan para pengemis disebabkan karena mereka tidak mau berusaha. Tidak
salah menaruh kasihan tapi apa salahnya untuk menyadarkan sesama manusia agar
mau berusaha mencukupi kebutuhan hidup dengan cara bekerja tidak dengan cara
meminta saja.”
Percakapan saya selesaikan sampai disana dan saya
memilih untuk mengambil hikmah dari pengalaman yang saya alami tersebut. Intinya
dalam kehidupan ini, Tuhan sudah adil memberikan kita waktu selama 24 jam, jika
waktu tersebut kita gunakan hanya untuk berdiam diri sembari meminta tanpa
usaha alangkah tidak bergunanya hidup kita. Makan dari hasil berdiam diri dan
meminta saja bukankah sebuah ironi yang sepatutnya tidak terjadi. Alangkah baiknya,
24 jam yang diberikan Tuhan, kita gunakan untuk berusaha, bekerja, dan mencari
penghasilan hidup dengan cara yang lebih elegan. Sudah sepatutnya kelengkapan
indria yang diberikan Tuhan pada manusia kita gunakan semaksimal mungkin untuk
menjadikan diri berguna. Berguna untuk diri sendiri, orang lain, keluarga,
masyarakat, bangsa dan negara. Jangan selalu mengandalkan rasa kasihan orang
lain untuk memberikan kita penghasilan hidup.
Bekerja dan berusahalah, agar kamu juga bisa menggunakan rasa empatimu pada
orang lain dan memahami bahwa hidup ini tidak hanya untuk berdiam diri dan
meminta. Hidup ini adalah gerak yang dinamis dan bagaimana mungkin hidupmu akan
dinamis jika kamu hanya berdiam diri tanpa melakukan gerak sama sekali. Hanya meminta.
Saya pun bisa. Tapi saya tidak mau. Hehee.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar