Rabu, 23 Juni 2021

UAS SOSIOLOGI KRIMINAL

 UJIAN AKHIR SEMESTER 

SOSIOLOGI KRIMINAL 

TAHUN 2021 


NI LUH SRIYANI / 18413241001

PRODI PENDIDIKAN SOSIOLOGI 

FAKULTAS ILMU SOSIAL 

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 


"CEGAH DAN LAWAN TINDAK KEJAHATAN KORUPSI DI SEKITAR KITA"

Berbicara tentang tindak kejahatan global tentunya ada banyak sekali kejahatan-kejahatan yang pernah terjadi baik di lingkungan sekitar kita maupun di lingkungan luar. Salah satu tindak kejahatan global yang sering terjadi di lingkungan sekitar kita adalah korupsi. Korupsi sendiri diartikan sebagai tindakan setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi. Juga menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Seperti yang kita ketahui, akhir-akhir ini korupsi tidak hanya terjadi di lingkup yang luas seperti pemerintahan pusat namun korupsi juga sudah banyak terjadi di lingkungan sekitar kita, di tingkat RT,RW, maupun Desa. Hal itu tentunya akan sangat merugikan banyak pihak apabila tidak mendapatkan perhatian yang serius dalam rangka menanggulangi dampak dari korupsi tersebut. Secara teoritis tindak kejahatan korupsi akan memberikan dampak buruk yang berkepanjangan terutama di bidang ekonomi, baik itu cakupan ekonomi mikro maupun ekonomi makro. Mengingat dampak buruk dari korupsi yang tentunya tidak kita harapkan terjadi maka sangat penting bagi kita semua untuk bekerjasama mencegah dan menanggulangi terjadinya tindak kejahatan korupsi itu sendiri.

    Pada dasarnya pencegahan dan pemberantasan korupsi merupakan prioritas utama Pemerintah RI yang dilaksanakan pada tingkat nasional maupun global. Indonesia selalu berupaya menjalin kerja sama internasional demi kepentingan nasional, khususnya untuk peningkatan kapasitas para penegak hukum dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi. Menurut data, kerja sama internasional telah memiliki andil bagi keberhasilan KPK dalam mengembalikan kerugian negara sebesar 1,9 triliun Rupiah dari hasil korupsi dari tahun 2005 – 2017 Selain itu, komunitas internasional termasuk para pelaku bisnis, menghargai dan mengapresiasi upaya progresif Indonesia dalam pemberantasan korupsi. Sebagaimana kita ketahui, rangking Indonesia dalam Ease of doing business telah meningkat secara signifikan, dari rangking 91 pada tahun 2016 menjadi rangking 72 pada tahun 2017.

    Untuk menunjukkan kepemimpinannya di forum multilateral dalam upaya pemberantasan korupsi, Indonesia telah menandatangani United Nations Convention against Corruption (UNCAC) pada tanggal 18 Desember 2003 dan meratifikasinya melalui UU nomor 7 Tahun 2006. Sebagai salah satu contoh wujud konkrit kepemimpinan Indonesia adalah dengan menjadi tuan rumah Presiden dan tuan rumah dari Pertemuan Kedua Conference of the States Parties to the United Nations Convention Against Corruption (CoSP) UNCAC yang diselenggarakan di Bali, 28 Januari-1 Februari 2008. Pemri berkomitmen untuk melaksanakan UNCAC secara menyeluruh, termasuk melalui mekanisme review UNCAC. Mekanisme review UNCAC dilaksanakan melalui pendekatan peer review di antara negara-negara anggota UNCAC. Indonesia telah berpartisipasi aktif dalam dua siklus review mechanism, baik sebagai negara under review maupun reviewer. Pada proses review putaran pertama, Indonesia telah satu kali menjadi negara under review (2010-2011) dan tiga kali menjadi negara reviewer, yaitu untuk Iran, Kyrgystan dan Haiti. Pada tahun 2015, Indonesia telah melakukan country visit untuk Haiti (bersama dengan Kolombia) dan Kyrgyzstan (bersama dengan Pakistan).

    Siklus review kedua UNCAC berlangsung dari tahun 2016 hingga 2020. Pada siklus kedua ini Indonesia terpiliih sebagai negara under review oleh Yaman dan Ghana pada tahun pertama (2016-2017) dan akan menjadi reviewer untuk Vietnam dan Sudan Selatan pada tahun 2019. Selain dalam kerangka UNCAC, Indonesia juga aktif dalam forum G20 Anti Corruption Working Group (G20 ACWG) yang diadakan setahun tiga kali dan membahas berbagai kemajuan dan tantangan dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi di antara negara anggota G20. Pertemuan kedua G20 ACWG tahun 2017 di bawah keketuaan Brasil dan Jerman telah dilaksanakan di Brasilia, Brazil tanggal 11-12 April 2017. Ketua G20 ACWG tahun 2018 adalah Argentina. Indonesia masih melanjutkan partisipasi dalam G20 ACWG yang akan diketuai Jepang pada tahun 2019.

Berkaca pada analisis data di atas, kita bisa menarik kesimpulan bahwa sejatinya pemerintah Indonesia sudah selalu berusaha untuk menekan dan mencegah  terjadinya tindak korupsi. Tidak hanya pemerintah, pencegahan dan penanggulangan korupsi sejatinya juga menjadi tugas kita bersama sebagai masyarakat Indonesia, mengingat ketika korupsi terjadi yang paling dirugikan adalah rakyat maka sudah sepatutnya kita mengawal dan mengawasi bersama-sama agar para pejabat yang sudah kita percaya untuk mengemban amanah rakyat baik di tingkat terkecil seperti Desa sampai tingkat paling tinggi tidak mempunyai sedikit pun celah untuk melakukan tindak kejahatan korupsi.

    Secara sederhana langkah-langkah kecil yang bisa kita lakukan untuk untuk bekerjasama dalam perang melawan korupsi adalah sebagai berikut : 1) Mereformasi administrasi publik dan manajemen keuangan. 2) Mengenali jenis-jenis korupsi. 3) Memaksimalkan kekuatan masyarakat dalam mengawasi dan memberikan sanksi sosial. 4) Menggunakan jalur komunikasi alternatif. 5) Memanfaatkan teknologi dalam melacak dan mengetahui adanya tindak korupsi. Dan lain sebagainya.

Adapun secara lebih kompleks dan terstruktur tindak korupsi juga bisa dicegah melalui strategi seperti yang dipaparkan pada gambar di bawah ini :


Sumber gambar   : https://www.google.com 

Sumber referensi: 

https://www.kompas.com/skola/read/2019/12/11/185540869/korupsi-pengertian-penyebab-dan-dampaknya 

https://m.hukumonline.com 

Rabu, 14 April 2021

 UJIAN TENGAH SEMESTER 

SOSIOLOGI KRIMINAL TAHUN 2021


NI LUH SRIYANI/18413241001

PRODI PENDIDIKAN SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 


TINDAKAN KEJAHATAN DI LINGKUNGAN SEKITAR DAN KAJIAN TEORITIS SECARA SOSIOLOGIS 



Bullying merupakan salah satu tindakan kejahatan yang sering saya lihat terjadi di sekitar lingkungan tempat tinggal saya mengingat lokasi rumah saya yang dekat dengan sekolah-sekolah tak ayal sering sekali saya melihat para pelajar melakukan tindak kejahatan bullying pada teman-temannya. Meskipun mereka menganggap bullying yang dilakukan hanya sebatas candaan semata namun menurut saya hal tersebut tidak bisa dibenarkan mengingat dampak psikologis yang ditimbulkan pada korban sangatlah buruk karena akan berpengaruh pada kondisi kesehatan mental korban bullying yang akan mengalami masalah apabila bullying ini tidak dihentikan. Bullying ini bukanlah hal yang sepele mengingat korban yang merasakan tindakan bullying ini bahkan bisa melakukan tindakan bunuh diri saking seringnya ia dibuli.  Meskipun bullying yang dilakukan pelajar di sekitaran rumah tempat tinggal saya bukanlah termasuk bullying secara fisik yang menimbulkan luka atau cacat secara kasat mata namun pelaku bullying ini melakukan tindakan bullying dalam bentuk verbal dan psikologis, dan lagi-lagi menurut saya hal tersebut sangatlah tidak dibenarkan karena efek jangka panjang yang dialami korban akan sangatlah buruk dan efek pada pelaku juga akan terlihat, mengingat remaja yang sering melakukan tindak kejahatan bullying pada teman-temannya memiliki kecenderungan akan melakukan tindak kejahatan pada saat dewasa nanti. 

Adapun bullying verbal dan bullying psikologis yang dilakukan pelajar sekolah di sekitar tempat saya tinggal dapat di uraikan sebagai berikut :

a. Bullying verbal  : terdeteksi karena tertangkap oleh indera pendengaran, seperti memaki, menghina, menjuluki, meneriaki, mempermalukan di depan umum, menuduh, menyebar gosip dan menyebar fitnah.

b. Bullying mental   : merupakan jenis bullying paling berbahaya karena bullying bentuk ini langsung menyerang mental atau psikologis korban, tidak tertangkap mata atau pendengaran, namun bentuk bullying mental ini jauh lebih menusuk dan menyakitkan seperti, memandang sinis, meneror lewat pesan atau sms, mempermalukan dan mencibir.

Mengingat bullying merupakan tindakan kekerasan dan kejagatan terhadap anak maka menurut UU Perlindungan Anak, bullying adalah  tindak pidana. Terhadap pelaku bullying dapat dikenakan sanksi pidana berupa penjara paling lama 3 tahun 6 bulan dan/atau denda paling banyak Rp 72 juta.

            Dengan demikian bullying termasuk kategori tindak kejahatan dan secara sosiologis ada beberapa teori yang akan saya gunakan untuk menganalisis hal tersebut  :

Teori kontrol sosial dapat menjelaskan mengapa tindakan bullying bisa ada dan bahkan terjadi khususnya di kalangan pelajar sekolah. Dalam teori ini dijelaskan bahwa penyimpangan yang terjadi merupakan hasil kekosongan kontrol/pengendalian sosial, dan menurut saya tindakan bullying sangat relevan dengan bunyi teori tersebut dimana secara realita bullying biasanya terjadi karena memang lemahnya kontrol sosial pelaku sehingga dengan sangat mudahnya melakukan tindakan bullying tanpa menyadari tindakannya sangat menyakiti para korban. Selain itu, beberapa hal lain lagi yang dijelaskan pada teori ini yakni tentang motivasi melakukan kejahatan adalah bagian dari manusia dan hal ini tentunya akan sangat tergantung pada individu sebagai pelaku bullying yang tentunya memiliki motivasi tersendiri mengapa ia melakukan tindakan bullying, entah motivasinya karena timbulnya kepuasan dalam diri setelah membulli teman, merasa menjadi yang terkuat dan paling berkuasa ketika membulli teman sehingga ditakuti oleh teman-temannya yang lain, atau karena motivasi-motivasi lainnya.

Tipe-tipe teori kontrol sosial juga sangat relevan menjelaskan atau menganalisis mengapa tindakan bullying ini bisa terjadi, tipe-tipe tersebut antara lain sebagai berikut  :

a. Keterikatan   : hubungan sosial yang lemah membuat orang bebas terlibat dalam penyimpangan, dalam hal ini jika dilihat dari sisi pelaku yakni hubungan sosial yang terjalin antara pelaku dengan korban, pelaku dengan masyarakat, atau dengan pihak sekolah sangatlah lemah atau kurang erat sehingga pelaku seperti tidak memiliki pegangan atau teladan dalam berperilaku atau malah tidak ada satupun yang ia takuti sehingga membulli teman merupakan sebuah hal yang biasa baginya. Sementara, jika dilihat dari sisi korban maka hubungan sosial yang terjalin lemah antara korban dengan masyarakat, korban dengan keluarga, ataupun korban dengan pihak sekolah akan membuat si korban ini tidak berdaya, tidak ada tempat yang ia jadikan wahana untuk bercerita apa yang ia alami sehingga bullying yang ia dapatkan akan terjadi secara terus-menerus karena ketakutan korban untuk bercerita dengan keluarga, sekolah, ataupun masyarakat.

b. Kesempatan            : tipe kontrol sosial ini jelas sangat menjadi faktor yang paling berpengaruh mengapa tindak kejahatan bullying bisa terjadi, yakni karena adanya kesempatan. Kesempatan ada mungkin karena lemahnya pengawasan, kurang tegasnya sanksi yang diberikan pada pelaku bullying sehingga kesempatan itu selalu menjadi semacam peluang bagi para pelaku untuk melakukan tindak kejahatan bullyimg lagi dan lagi pada temannya.

c. Keterlibatan             : tipe ini menjelaskan bagaiamana seseorang yang terlibat dalam suatu tindak kejahatan tertentu maka akan menganggap hal yang dilakukannya bukan lagi merupakan sebuah penyimpangan melainkan hal yang wajar dimaklumi oleh sebagian besar orang. Dalam hal ini kebiasaan bullying tanpa adanya sanksi tegas akan membuat pelaku terbiasa melakukannya tanpa memikirkan dampak yang terjadi pada korban.

d. Keyakinan               : keyakinan yang kuat terhadap moralitas cenderung tidak menyimpang. Keyakinan yang tertanam pada pelaku bullying terkait dengan hal yang dilakukannya bukanlah merupakan kegiatan menyimpang sehingga ia akan cenderung melakukan tindak kejahatan bullying pada teman-temannya.

 

Dengan melihat realita dan analisis teori sosiologi terhadap tindak kejahatan bullying seperti yang sudah dipaparkan di atas, maka kini saatnya kita sebagai individu bersama-sama melek terhadap tindakan bullying dan mengedukasi sesama agar tindakan bullying bisa dikendalikan dan tidak melahirkan lebih banyak korban. Memberikan kasih sayang yang melimpah bagi para korban bullying agar ia bisa melalui hal-hal buruk yang terjadi padanya dan tidak merasa sendiri. Pada prinsipnya , seluruh elemen masyarakat baik Negara, Pemerintah, Pemerintah Daerah, Masyarakat, Keluarga, Dan Orang Tua/Wali, berkewajiban dan bertanggung jawab memberikan perlindungan dan menjamin terpenuhinya hak asasi manusia sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya. Untuk itu, mari kita saling bekerjasama dan menjaga satu sama lain agar tidak ada lagi kasus-kasus bullying yang berdampak tidak baik bagi para korban.

 

Sumber Referensi   : https://m.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt57a0d75f6d984/aspek-pidana-dan-perdata-dalam-kasus-bullying-terhadap-anak/  (diakses pada 14 April 2021)

Sumber gambar : https://nasional.sindonews.com/newsread/3444/13/pakar-pidana-tegaskan-pelaku-bullying-bisa-dipenjara-3-tahun-1589781957 (diakses pada 14 April 2021)

Minggu, 11 April 2021


UJIAN TENGAH SEMESTER 

SOSIOLOGI BENCANA TAHUN 2021


NI LUH SRIYANI/ 18413241001

PRODI PENDIDIKAN SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL 

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 


MANAJEMEN KEBENCANAAN DI DAERAH GUNUNG AGUNG KARANGASEM BALI

 

Gunung Agung merupakan gunung tertinggi di Pulau di Bali dengan ketinggian 3.031 mdpl. Gunung ini terletak di Kecamatang Rendang, Kabupaten Karangasem, Bali, Indonesia. Dengan adanya Gunung Agung sebagai gunung api aktif berdampak pada wilayah Kabupaten Karangasem rentan pada ancaman letusan gunung api. Tercatat letusan Gunung Agung di Kabupaten Karangasem, Bali yang sempat terjadi pada tahun 1963 berdampak pada penurunan suhu Bumi sebesar 0.4 derajat celcius. Hal itu terjadi karena material vulkanik berupa aerosol sulfat dari gunung itu terbang hingga jarak 14.400 kilometer dan melapisi atmosfer Bumi. Letusan itu juga disertai abu vulkanik yang ke luar vertikal dari kawah Gunung Agung setinggi 20 kilometer. Tentunya kejadian tersebut membawa banyak kerugian baik secara materi maupun non-materi. Tak hanya pada tahun 1963, pada tanggal 22 September 2017 kemarin status Gunung Agung juga meningkat menjadi level awas dan menyebabkan 75.673 orang mengungsi di 377 titik pengungsian. 

Berdasarkan fakta tersebut tentunya perlu ada upaya mitigasi bencana baik oleh pemerintah maupun kesadaran masyarakat dalam rangka mencegah dan meminimalisir kerugian-kerugian yang terjadi sebagai dampak dari adanya ancaman gunung meletus ataupun erupsi gunung. Dengan demikian berikut merupakan penjelasan secara detail mengenai manajemen kebencanaan yang seharusnya diterapkan agar kerugian akan terjadinya bencana bisa diminimalisir.

Ø  Manajemen Kebencanaan Erupsi Gunung di Daerah Gunung Agung Karangasem Bali

a. Kegiatan Pra- Erupsi Gunung

         

Kegiatan pertama pada struktur manajemen kebencanaan erupsi gunung yakni pra-kegiatan, dimana dalam tahapan ini langkah yang ditekankan adalah upaya memperkecil resiko yang ditimbulkan oleh bencana. Dalam hal ini terdapat dua bagian penting yakni, pengurangan dan pencegahan terjadinya bencana serta pengurangan dampak buruk yang terjadi terhadap bencana erupsi gunung. Kebijakan mitigasi dalam manajemen bencana ini adalah sebuah kebijakan yang bersifat jangka panjang. Kebijkan ini bisa berupa kebijakan struktural maupun non-struktural. Kebijakan yang bersifat struktural pada proses mitigasi bencana di daerah rawan Gunung Agung misalnya menggunakan pendekatan teknologi, seperti pembuatan kanal khusus untuk pencegahan banjir lahar, alat pendeteksi aktivitas Gunung Agung, bangunan yang bersifat tahan gempa, dan sistem peringatan dini (Early Warning System) yang digunakan untuk memprediksi terjadinya gelombang tsunami. Sedangkan, kebijakan non-struktural meliputi legislasi, perencanaan wilayah, dan asuransi. Sebelum dilakukan mitigasi pada tahap pra-kegiatan ini, perlu terlebih dahulu dilakukan identifikasi resiko. Penilaian resiko fisik meliputi proses identifikasi dan evaluasi tentang kemungkinan terjadinya bencana dan dampak yang mungkin ditimbulkan sebagai akibat terjadinya bencana erupsi gunung tersebut. Kebijakan mitigasi yang baik yang bersifat struktural maupun non-struktural harus saling mendukung antara satu sama lain. 

Oleh karena itulah, peranan modal sosial disini juga sangat penting, kepercayaan dan jaringan sosial sebagai beberapa komponen modal sosial sangat berperang penting dalam melancarkan mitigasi pada tahap pra-kegiatan ini. Kepercayaan dari masyarakat dan seluruh stake holder sebagai bentuk suatu ketaatan terhadap aturan yang diberlakukan sangatlah diperlukan mengingat tanpa adanya sebuah kepercayaan maka upaya-upaya yang sudah dirancang pada tahapan ini hanya akan menjadi omong kosong belaka. Tak hanya itu, jaringan sosial sebagai bentuk hubungan sosial yang baik antara masyarakat sebagai sekumpulan individu juga sangat diperlukan mengingat hubungan sosial yang tak terjalin dengan baik dalam masyarakat akan menimbulkan rasa sentimen sehingga akan mempersulit lahirnya sebuah kepercayaan untuk menjalankan nilai dan norma maupun aturan yang sudah ditetapkan.

 

b. Kegiatan Saat Erupsi Gunung

            Pada tahap ini mitigasi bencana untuk menghadapi erupsi gunung sudah tidak lagi pada upaya pencegahan terjadinya erupsi melainkan pada upaya respon tindakan yang meliputi dua unsur penting yakni pertolongan ataupun penyelematan. Pertama-tama, tindakan tanggap bencana tersebut ditujukan untuk menyelamatkan dan menolong jiwa manusia baik secara personal, kelompok, maupun masyarakat secara keseluruhan. Kedua, ditujukan untuk menyelamatkan harta benda yang berhubungan dengan keberlangsungan hidup personal, kelompok, maupun masyarakat. Kegiatan pada tahap ini yakni meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan pengungsi,  dan penyelamatan.

            Fungsi respons dalam manajemen bencana menurut Bevaola Kusumasari (2010:28) adalah tindakan yang diambil untuk membatasi cidera, hilangnya nyawa, serta kerusakan harta benda dan lingkungan. Kegiatan respon pada tahap ini dapat dilakukan melalui kegiatan peringatan, evakuasi, dan penyediaan tempat penampungan. Dalam hal ini salah satu modal sosial yang sangat berperan yakni jaringan sosial sebagai sebuah kelompok sosial yang kaitannya dengan membangun hubungan sosial yang baik dalam melakukan hal-hal tertentu. Dengan adanya jaringan sosial yang baik maka akan menumbuhkan sikap solidaritas sosial yang baik pula sehingga akan mempermudah dan memperlancar kagiatan-kegiatan pada tahapan ini seperti evakuasi korban dan penyediaan tempat-tempat mengungsi yang diperlukan, kegiatan tersebut akan berjalan baik apabila ada kesadaran untuk saling bahu-membahu menolong individu, kelompok, maupun masyarakat.

 

c. Kegiatan Pasca Erupsi Gunung

            Pada tahap ini hal yang perlu dilakukan yakni langkah pemulihan sehubungan dengan kerusakan atau akibat yang ditimbulkan oleh bencana. Dalam tahap ini terdapat dua bagian, yakni pemulihan dan pengawasan yang ditujukan untuk memulihkan keadaan ke kondisi semula atau setidaknya menyesuaikan kondisi pasca bencana guna keberlangsungan hidup selanjutnya. Pemulihan ini biasanya meliputi rehabilitasi ataupun perbaikan semua aspek pelayanan publik atau masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah pascabencana dengan sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar semua aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada wilayah pascabencana. Kegiatan pada tahapan ini yakni berupa pembangunan kembali sarana dan prasarana, kelembagaan pada wilayah pascabencana baik pada tingkat pemerintahan mapupun masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial, dan budaya tegaknya hukum dan ketertiban maupun kembali tegaknya nilai dan norma sebagai salah satu komponen modal sosial, serta bangkitnya peran masyarakat dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat pada wilayah pascabencana.

Daftar Pustaka

http://pendidikan.karangasemkab.go.id/mitigasi-bencana-erupsi-gunung-agung/   (diakses pada 11 April 2021)

http://www.google.com/amp/s/www.bbc.com/indonesia/indonesia-41386640.amp  (diakses pada 11 April 2021)