Minggu, 11 April 2021


UJIAN TENGAH SEMESTER 

SOSIOLOGI BENCANA TAHUN 2021


NI LUH SRIYANI/ 18413241001

PRODI PENDIDIKAN SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL 

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 


MANAJEMEN KEBENCANAAN DI DAERAH GUNUNG AGUNG KARANGASEM BALI

 

Gunung Agung merupakan gunung tertinggi di Pulau di Bali dengan ketinggian 3.031 mdpl. Gunung ini terletak di Kecamatang Rendang, Kabupaten Karangasem, Bali, Indonesia. Dengan adanya Gunung Agung sebagai gunung api aktif berdampak pada wilayah Kabupaten Karangasem rentan pada ancaman letusan gunung api. Tercatat letusan Gunung Agung di Kabupaten Karangasem, Bali yang sempat terjadi pada tahun 1963 berdampak pada penurunan suhu Bumi sebesar 0.4 derajat celcius. Hal itu terjadi karena material vulkanik berupa aerosol sulfat dari gunung itu terbang hingga jarak 14.400 kilometer dan melapisi atmosfer Bumi. Letusan itu juga disertai abu vulkanik yang ke luar vertikal dari kawah Gunung Agung setinggi 20 kilometer. Tentunya kejadian tersebut membawa banyak kerugian baik secara materi maupun non-materi. Tak hanya pada tahun 1963, pada tanggal 22 September 2017 kemarin status Gunung Agung juga meningkat menjadi level awas dan menyebabkan 75.673 orang mengungsi di 377 titik pengungsian. 

Berdasarkan fakta tersebut tentunya perlu ada upaya mitigasi bencana baik oleh pemerintah maupun kesadaran masyarakat dalam rangka mencegah dan meminimalisir kerugian-kerugian yang terjadi sebagai dampak dari adanya ancaman gunung meletus ataupun erupsi gunung. Dengan demikian berikut merupakan penjelasan secara detail mengenai manajemen kebencanaan yang seharusnya diterapkan agar kerugian akan terjadinya bencana bisa diminimalisir.

Ø  Manajemen Kebencanaan Erupsi Gunung di Daerah Gunung Agung Karangasem Bali

a. Kegiatan Pra- Erupsi Gunung

         

Kegiatan pertama pada struktur manajemen kebencanaan erupsi gunung yakni pra-kegiatan, dimana dalam tahapan ini langkah yang ditekankan adalah upaya memperkecil resiko yang ditimbulkan oleh bencana. Dalam hal ini terdapat dua bagian penting yakni, pengurangan dan pencegahan terjadinya bencana serta pengurangan dampak buruk yang terjadi terhadap bencana erupsi gunung. Kebijakan mitigasi dalam manajemen bencana ini adalah sebuah kebijakan yang bersifat jangka panjang. Kebijkan ini bisa berupa kebijakan struktural maupun non-struktural. Kebijakan yang bersifat struktural pada proses mitigasi bencana di daerah rawan Gunung Agung misalnya menggunakan pendekatan teknologi, seperti pembuatan kanal khusus untuk pencegahan banjir lahar, alat pendeteksi aktivitas Gunung Agung, bangunan yang bersifat tahan gempa, dan sistem peringatan dini (Early Warning System) yang digunakan untuk memprediksi terjadinya gelombang tsunami. Sedangkan, kebijakan non-struktural meliputi legislasi, perencanaan wilayah, dan asuransi. Sebelum dilakukan mitigasi pada tahap pra-kegiatan ini, perlu terlebih dahulu dilakukan identifikasi resiko. Penilaian resiko fisik meliputi proses identifikasi dan evaluasi tentang kemungkinan terjadinya bencana dan dampak yang mungkin ditimbulkan sebagai akibat terjadinya bencana erupsi gunung tersebut. Kebijakan mitigasi yang baik yang bersifat struktural maupun non-struktural harus saling mendukung antara satu sama lain. 

Oleh karena itulah, peranan modal sosial disini juga sangat penting, kepercayaan dan jaringan sosial sebagai beberapa komponen modal sosial sangat berperang penting dalam melancarkan mitigasi pada tahap pra-kegiatan ini. Kepercayaan dari masyarakat dan seluruh stake holder sebagai bentuk suatu ketaatan terhadap aturan yang diberlakukan sangatlah diperlukan mengingat tanpa adanya sebuah kepercayaan maka upaya-upaya yang sudah dirancang pada tahapan ini hanya akan menjadi omong kosong belaka. Tak hanya itu, jaringan sosial sebagai bentuk hubungan sosial yang baik antara masyarakat sebagai sekumpulan individu juga sangat diperlukan mengingat hubungan sosial yang tak terjalin dengan baik dalam masyarakat akan menimbulkan rasa sentimen sehingga akan mempersulit lahirnya sebuah kepercayaan untuk menjalankan nilai dan norma maupun aturan yang sudah ditetapkan.

 

b. Kegiatan Saat Erupsi Gunung

            Pada tahap ini mitigasi bencana untuk menghadapi erupsi gunung sudah tidak lagi pada upaya pencegahan terjadinya erupsi melainkan pada upaya respon tindakan yang meliputi dua unsur penting yakni pertolongan ataupun penyelematan. Pertama-tama, tindakan tanggap bencana tersebut ditujukan untuk menyelamatkan dan menolong jiwa manusia baik secara personal, kelompok, maupun masyarakat secara keseluruhan. Kedua, ditujukan untuk menyelamatkan harta benda yang berhubungan dengan keberlangsungan hidup personal, kelompok, maupun masyarakat. Kegiatan pada tahap ini yakni meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan pengungsi,  dan penyelamatan.

            Fungsi respons dalam manajemen bencana menurut Bevaola Kusumasari (2010:28) adalah tindakan yang diambil untuk membatasi cidera, hilangnya nyawa, serta kerusakan harta benda dan lingkungan. Kegiatan respon pada tahap ini dapat dilakukan melalui kegiatan peringatan, evakuasi, dan penyediaan tempat penampungan. Dalam hal ini salah satu modal sosial yang sangat berperan yakni jaringan sosial sebagai sebuah kelompok sosial yang kaitannya dengan membangun hubungan sosial yang baik dalam melakukan hal-hal tertentu. Dengan adanya jaringan sosial yang baik maka akan menumbuhkan sikap solidaritas sosial yang baik pula sehingga akan mempermudah dan memperlancar kagiatan-kegiatan pada tahapan ini seperti evakuasi korban dan penyediaan tempat-tempat mengungsi yang diperlukan, kegiatan tersebut akan berjalan baik apabila ada kesadaran untuk saling bahu-membahu menolong individu, kelompok, maupun masyarakat.

 

c. Kegiatan Pasca Erupsi Gunung

            Pada tahap ini hal yang perlu dilakukan yakni langkah pemulihan sehubungan dengan kerusakan atau akibat yang ditimbulkan oleh bencana. Dalam tahap ini terdapat dua bagian, yakni pemulihan dan pengawasan yang ditujukan untuk memulihkan keadaan ke kondisi semula atau setidaknya menyesuaikan kondisi pasca bencana guna keberlangsungan hidup selanjutnya. Pemulihan ini biasanya meliputi rehabilitasi ataupun perbaikan semua aspek pelayanan publik atau masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah pascabencana dengan sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar semua aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada wilayah pascabencana. Kegiatan pada tahapan ini yakni berupa pembangunan kembali sarana dan prasarana, kelembagaan pada wilayah pascabencana baik pada tingkat pemerintahan mapupun masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial, dan budaya tegaknya hukum dan ketertiban maupun kembali tegaknya nilai dan norma sebagai salah satu komponen modal sosial, serta bangkitnya peran masyarakat dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat pada wilayah pascabencana.

Daftar Pustaka

http://pendidikan.karangasemkab.go.id/mitigasi-bencana-erupsi-gunung-agung/   (diakses pada 11 April 2021)

http://www.google.com/amp/s/www.bbc.com/indonesia/indonesia-41386640.amp  (diakses pada 11 April 2021)

 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar