UJIAN TENGAH SEMESTER
SOSIOLOGI BENCANA TAHUN 2021
NI LUH SRIYANI/ 18413241001
PRODI PENDIDIKAN SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
MANAJEMEN
KEBENCANAAN DI DAERAH GUNUNG AGUNG KARANGASEM BALI
Gunung
Agung merupakan gunung tertinggi di Pulau di Bali dengan ketinggian 3.031 mdpl.
Gunung ini terletak di Kecamatang Rendang, Kabupaten Karangasem, Bali,
Indonesia. Dengan adanya Gunung Agung sebagai gunung api aktif berdampak pada
wilayah Kabupaten Karangasem rentan pada ancaman letusan gunung api. Tercatat letusan
Gunung Agung di Kabupaten Karangasem, Bali yang sempat terjadi pada tahun 1963
berdampak pada penurunan suhu Bumi sebesar 0.4 derajat celcius. Hal itu terjadi
karena material vulkanik berupa aerosol sulfat dari gunung itu terbang hingga
jarak 14.400 kilometer dan melapisi atmosfer Bumi. Letusan itu juga disertai
abu vulkanik yang ke luar vertikal dari kawah Gunung Agung setinggi 20
kilometer. Tentunya kejadian tersebut membawa banyak kerugian baik secara
materi maupun non-materi. Tak hanya pada tahun 1963, pada tanggal 22 September
2017 kemarin status Gunung Agung juga meningkat menjadi level awas dan menyebabkan
75.673 orang mengungsi di 377 titik pengungsian.
Berdasarkan
fakta tersebut tentunya perlu ada upaya mitigasi bencana baik oleh pemerintah
maupun kesadaran masyarakat dalam rangka mencegah dan meminimalisir
kerugian-kerugian yang terjadi sebagai dampak dari adanya ancaman gunung
meletus ataupun erupsi gunung. Dengan demikian berikut merupakan penjelasan
secara detail mengenai manajemen kebencanaan yang seharusnya diterapkan agar
kerugian akan terjadinya bencana bisa diminimalisir.
Ø Manajemen Kebencanaan Erupsi Gunung
di Daerah Gunung Agung Karangasem Bali
a. Kegiatan Pra- Erupsi Gunung
Kegiatan
pertama pada struktur manajemen kebencanaan erupsi gunung yakni pra-kegiatan,
dimana dalam tahapan ini langkah yang ditekankan adalah upaya memperkecil
resiko yang ditimbulkan oleh bencana. Dalam hal ini terdapat dua bagian penting
yakni, pengurangan dan pencegahan terjadinya bencana serta pengurangan dampak
buruk yang terjadi terhadap bencana erupsi gunung. Kebijakan mitigasi dalam
manajemen bencana ini adalah sebuah kebijakan yang bersifat jangka panjang. Kebijkan
ini bisa berupa kebijakan struktural maupun non-struktural. Kebijakan yang
bersifat struktural pada proses mitigasi bencana di daerah rawan Gunung Agung
misalnya menggunakan pendekatan teknologi, seperti pembuatan kanal khusus untuk
pencegahan banjir lahar, alat pendeteksi aktivitas Gunung Agung, bangunan yang
bersifat tahan gempa, dan sistem peringatan dini (Early Warning System) yang digunakan untuk memprediksi terjadinya
gelombang tsunami. Sedangkan, kebijakan non-struktural meliputi legislasi, perencanaan
wilayah, dan asuransi. Sebelum dilakukan mitigasi pada tahap pra-kegiatan ini,
perlu terlebih dahulu dilakukan identifikasi resiko. Penilaian resiko fisik
meliputi proses identifikasi dan evaluasi tentang kemungkinan terjadinya
bencana dan dampak yang mungkin ditimbulkan sebagai akibat terjadinya bencana
erupsi gunung tersebut. Kebijakan mitigasi yang baik yang bersifat struktural
maupun non-struktural harus saling mendukung antara satu sama lain.
Oleh
karena itulah, peranan modal sosial disini juga sangat penting, kepercayaan dan
jaringan sosial sebagai beberapa komponen modal sosial sangat berperang penting
dalam melancarkan mitigasi pada tahap pra-kegiatan ini. Kepercayaan dari
masyarakat dan seluruh stake holder sebagai bentuk suatu ketaatan terhadap
aturan yang diberlakukan sangatlah diperlukan mengingat tanpa adanya sebuah
kepercayaan maka upaya-upaya yang sudah dirancang pada tahapan ini hanya akan
menjadi omong kosong belaka. Tak hanya itu, jaringan sosial sebagai bentuk
hubungan sosial yang baik antara masyarakat sebagai sekumpulan individu juga
sangat diperlukan mengingat hubungan sosial yang tak terjalin dengan baik dalam
masyarakat akan menimbulkan rasa sentimen sehingga akan mempersulit lahirnya
sebuah kepercayaan untuk menjalankan nilai dan norma maupun aturan yang sudah
ditetapkan.
b. Kegiatan Saat Erupsi Gunung
Pada
tahap ini mitigasi bencana untuk menghadapi erupsi gunung sudah tidak lagi pada
upaya pencegahan terjadinya erupsi melainkan pada upaya respon tindakan yang
meliputi dua unsur penting yakni pertolongan ataupun penyelematan. Pertama-tama,
tindakan tanggap bencana tersebut ditujukan untuk menyelamatkan dan menolong
jiwa manusia baik secara personal, kelompok, maupun masyarakat secara
keseluruhan. Kedua, ditujukan untuk menyelamatkan harta benda yang berhubungan
dengan keberlangsungan hidup personal, kelompok, maupun masyarakat. Kegiatan pada
tahap ini yakni meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta
benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan pengungsi, dan penyelamatan.
Fungsi respons dalam manajemen
bencana menurut Bevaola Kusumasari (2010:28) adalah tindakan yang diambil untuk
membatasi cidera, hilangnya nyawa, serta kerusakan harta benda dan lingkungan. Kegiatan
respon pada tahap ini dapat dilakukan melalui kegiatan peringatan, evakuasi,
dan penyediaan tempat penampungan. Dalam hal ini salah satu modal sosial yang
sangat berperan yakni jaringan sosial sebagai sebuah kelompok sosial yang
kaitannya dengan membangun hubungan sosial yang baik dalam melakukan hal-hal
tertentu. Dengan adanya jaringan sosial yang baik maka akan menumbuhkan sikap
solidaritas sosial yang baik pula sehingga akan mempermudah dan memperlancar
kagiatan-kegiatan pada tahapan ini seperti evakuasi korban dan penyediaan
tempat-tempat mengungsi yang diperlukan, kegiatan tersebut akan berjalan baik
apabila ada kesadaran untuk saling bahu-membahu menolong individu, kelompok,
maupun masyarakat.
c. Kegiatan Pasca Erupsi Gunung
Pada
tahap ini hal yang perlu dilakukan yakni langkah pemulihan sehubungan dengan
kerusakan atau akibat yang ditimbulkan oleh bencana. Dalam tahap ini terdapat
dua bagian, yakni pemulihan dan pengawasan yang ditujukan untuk memulihkan
keadaan ke kondisi semula atau setidaknya menyesuaikan kondisi pasca bencana
guna keberlangsungan hidup selanjutnya. Pemulihan ini biasanya meliputi
rehabilitasi ataupun perbaikan semua aspek pelayanan publik atau masyarakat
sampai tingkat yang memadai pada wilayah pascabencana dengan sasaran utama
untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar semua aspek pemerintahan dan
kehidupan masyarakat pada wilayah pascabencana. Kegiatan pada tahapan ini yakni
berupa pembangunan kembali sarana dan prasarana, kelembagaan pada wilayah
pascabencana baik pada tingkat pemerintahan mapupun masyarakat dengan sasaran
utama tumbuh dan berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial, dan budaya
tegaknya hukum dan ketertiban maupun kembali tegaknya nilai dan norma sebagai
salah satu komponen modal sosial, serta bangkitnya peran masyarakat dalam
segala aspek kehidupan bermasyarakat pada wilayah pascabencana.
Daftar Pustaka
http://pendidikan.karangasemkab.go.id/mitigasi-bencana-erupsi-gunung-agung/ (diakses pada 11 April 2021)
http://www.google.com/amp/s/www.bbc.com/indonesia/indonesia-41386640.amp (diakses pada 11 April 2021)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar